Selamat Membaca
Laboratorium IPA di sekolah merupakan salah satu wahana belajar bagi siswa. Untuk menghasilkan proses belajar yang berkualitas, laboratorium perlu dilengkapi dengan sarana prasara yang menunjang paling tidak sesuai dengan standar sarana laboratorium. Untuk itu, fungsi laboratorium IPA sebagai wadah untuk melakukan praktik atau penerapan atas teori, penelitian, dan pengembangan keilmuan IPA.
Laboratorium IPA di sekolah merupakan salah satu wahana belajar bagi siswa. Untuk menghasilkan proses belajar yang berkualitas, laboratorium perlu dilengkapi dengan sarana prasara yang menunjang paling tidak sesuai dengan standar sarana laboratorium. Untuk itu, fungsi laboratorium IPA sebagai wadah untuk melakukan praktik atau penerapan atas teori, penelitian, dan pengembangan keilmuan IPA.
Laboratorium IPA
sedikitnya mencakup empat kegiatan utama, yakni (1) melaksanakan eksperimen, (2)
kerja laboratorium, (3) praktikun, dan (4) pelaksanaan didaktik pendidikan IPA.
Eksperimen dilakukan di laboratorium
guna menemukan bukti empirik untuk menguji dan memverifikasi hipotesis, melalui
kegiatan pengukuran dan pengamatan. Kerja
laboratorium merupakan aktifitas dengan menggunakan fasilitas laboratorium
untuk melakukan kegiatan berkesinambungan, melakukan kendali mutu, uji-coba,
ekshibisi (pameran) proses IPA, dan kegiatan lain yang sejenis. Praktikum di sekolah umumnya bersifat
verifikatif sebagai kegiatan belajar bagi siswa dengan mengikuti
langkah-langkah atau penuntut praktikum yang telah disusun guru. Praktikum di
sekolah dikembangkan lebih pada kegiatan inkuiri dan berkaitan erat dengan pelaksanaan didaktik pendidikan IPA.
Laboratorium sebagai
wahana pendidikan harus memiliki kelengkapan, baik dalam hal tata bangunan,
fasilitas, perlengkapan, bahan, personil, dan sistem tata kelola yang memadai.
Pada dasarnya hal-hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembangunan
laboratorium IPA, diantaranya (1) arsitektur bangunan, (2) persyaratan ruang,
(3) pengaturan spasial peralatan dan bangku, (4) jalan keluar darurat, (5)
persyaratan penyimpanan, (6) instalasi pengelolaan limbah, (7) kontrol akses,
(8) fitur pengamanan, dan (9) pencahayaan serta ventilasi. Laboratorium sekolah
yang baik harus mampu menampung siswa sesuai dengan kelayakannya. Idealnya,
setiap siswa di laboratorium memiliki ruang gerak seluas ± 2,5 m2
(termasuk area meja dan kursi) dengan tinggi langit-langit minimal 4 m. Hal ini
dimaksudkan agar siswa mudah bergerak dan mempermudah proses penyelamatan diri
apabila terjadi kecelakaan. Selain itu ventilasi laboratorium harus cukup
sehingga udara di laboratorium senantiasa mengalir agar udara segar selalu
mengalir menggantikan udara laboratorium. Untuk mempermudah proses evakuasi
pada saat terjadi kecelakaan, laboratorium IPA setidaknya memiliki dua pintu,
yakni pintu masuk dan keluar. Bangunan laboratorium IPA sekolah hendaknya
dibangun di tempat yang agak jauh dari ruang kelas agar tidak mengkontaminasi
lingkungan. Di samping itu, laboratorium IPA hendaknya memiliki fasilitas
keamanan standar, seperti alat pemadam kebakaran (handfire), blower, tempat
sampah (organik dan anorganik), ruang asam (fume
hood), shower. Lebih baik apabila
terdapat detektor asap (smoke detector),
detektor api (heat detector), dan
keran pencuci mata (eye wash). Selain
itu, perlu tersedianya peralatan P3K sebagai antisipasi pertolongan pertama
pada kecelakaan.
Peralatan dan bahan di
laboratorium IPA harus memenuhi standar minimal sarana laboratorium IPA. Selain
peralatan dan bahan yang karakteristik untuk setiap laboratorium IPA, sarana
kelengkapan umum yang harus tersedia di laboratorium adalah meja dan kursi
siswa, meja dan kursi guru, meja demonstrasi, wastafel, lemari alat dan bahan,
papan tulis, serta peralatan spesifik (seperti jam dinding, termometer dinding,
barometer dinding, komputer, jaringan internet, telpon, layar, dan proyektor).
Selain itu peralatan yang penting ada pada laboratorium adalah peralatan
perlindungan diri (APD). Secara umum APD yang harus ada pada laboratorium IPA,
diantaranya sarung tangan, google, masker,
dan jaslab.
Personil laboratorium
IPA harus memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan. Selain kepala
laboratorium yang bertanggungjawab terhadap semua kegiatan di laboratorium,
personil di laboratorium, antara lain koordinator praktikum, guru praktikum,
teknisi, dan laboran. Koordinator praktikum bertugas untuk mengkoordinasi
kegiatan praktikum di laboratorium. Guru praktikum merupakan ujung tombak
kegiatan praktikum di laboratorium, sedangkan teknisi dan laboran berperan
sebagai layanan sebelum, selama, dan sesudah praktikum. Di laboratorium IPA
sekolah yang bertanggungjawab terhadap kebersihan dan keamanan laboratorium
selama bekerja di laboratorium adalah semua warga laboratorium. Dengan
demikian, semua personil termasuk guru praktikum, laboran, dan siswa memiliki
kewajiban dalam memelihara kebersihan dan keamanan laboratorium.
Sekecil apapun unit
kerja, haruslah memiliki struktur organisasi yang jelas agar dengan mudah
mengarahkan pekerjaan. Berdasarkan hirarki tanggung jawab, struktur organisasi
laboratorium IPA sekolah dapat dikembangkan dalam tiga tingkatan, yakni tingkat
puncak, menengah, dan garis depan. Manajemen puncak bertanggung jawab atas
perencanaan, penerapan, monitoring, dan evaluasi sistem menajemen mutu yang
efektif. Manajemen tingkat menengah umumnya mencakup unit fungsional,
bertanggung jawab pada operasional atau teknis kegiatan laboratorium, fungsi
pengawasan mutu, dan fungsi administratif. Manajemen garis depan adalah
personil yang berhubungan langsung dengan pengguna laboratorium (siswa) yang
meliputi guru praktikum, teknisi, dan laboran.
Laboratorium IPA
sekolah bertanggung jawab baik terhadap proses maupun produk kegiatan
laboratorium. Hal ini dipahami karena laboratorium sekolah berperan sebagai
pengganti pembelajaran di kelas. Oleh karena itu, laboratorium IPA sekolah
harus dikelola secara sungguh-sungguh, sistematik, tepat sasaran, sehingga
tujuan pembelajaran yang berorientasi pada proses dan produk pembelajaran
melalui praktikum tercapai. Agar tujuan praktikum di laboratorium tercapai,
maka diperlukan sistem tata kelola atau manajemen yang mencerminkan kualitas
atau mutu proses atau kegiatan laboratorium dengan senantiasa memperhatikan
kepuasan siswa. Untuk itu, perlu dikembangkan sistem dokumentasi laboratorium
IPA sekolah. Dokumentasi adalah suatu proses pengumpulan, pemilihan,
pengolahan, dan penyimpanan informasi. Dengan dikembangkannya sistem
dokumentasi laboratorium IPA sekolah, maka semua kegiatan perencanaan,
implementasi, dan evaluasi semua kegiatan laboratorium dapat mudah ditelusur.
Dengan kata lain, sistem dokumentasi laboratorium IPA sekolah akan memudahkan
siapa saja yang berkepentingan untuk mengakses informasi tentang laboratorium
dan kegiatannya.
Untuk mengetahui sejauh
mana sistem mutu dijalankan oleh suatu laboratorium, perlu dikembangkan sistem
monitoring dan kaji ulang manajemen. Monitoring adalah suatu kegiatan
pemeriksaan sistematik dan tidak memihak untuk menetapkan bahwa kegiatan sistem
manajemen mutu dan hasilnya telah sesuai dengan rencana, diterapkan secara
efektif, dan telah sesuai dengan pencapaian tujuan. Laboratorium IPA sekolah
perlu melakukan kegiatan ini baik secara internal (oleh laboratorium itu
sendiri) maupun secara eksternal (oleh tim monitoring dari luar laboratorium).
Kegiatan ini tidak terlepas dari upaya laboratorium untuk memberikan pelayanan
optimal kepada siswa dalam melaksanakam praktikum di laboratorium.
Berdasarkan uraian di
atas maka, keberadaan laboratorium IPA sekolah perlu mendapat perhatian dari
segi pengelolaan maupun pemanfaatan dalam mendukung pembelajaran IPA.
Pengelolaan laboratorium meliputi letak tata ruang, penataan peralatan dan
bahan laboratorium, struktur organisasi, sistem manajemen mutu, sistem tata
kelola, sistem dokumentasi, dan monitoring evaluasi kinerja laboratorium.
Pengelolaan laboratorium yang baik dapat membantu proses pembelajaran IPA di
sekolah, sehingga siswa belajar lebih bermakna dengan keterampilan proses yang
dilatihkan dalam praktikum di laboratorium.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar